2019. New start, new hope. As cliche as it may sound, but admit it, we’re somehow longing to our own cliches.
Bagi saya, 2018 merupakan tahun yang panjang, penuh tantangan, dan melelahkan. Untuk berhasil melaluinya adalah sebuah pencapaian. Nggak henti-hentinya berucap syukur sama Allah, yang nuntun saya sejauh ini karena yakin hamba-Nya ini mampu — meskipun sering banget anaknya ini ragu-ragu.
Let me pour my heart out through this story on day one.
First of all, or maybe most of all, the highlight of this year dedicated to the one who still can’t believe that she made it through the most challenging battle of her life (so far) — saya, ngerjain Tugas Akhir!
Bisa dibilang, 2018 was the most terrifying year I’ve ever experienced. Yes, I picked the right word. Terrifying. I was so scared to even started 2018. Mungkin beberapa orang menganggap ini lebay dan ga ada apa-apanya, well for me it is ada apa-apanya banget. Untuk seseorang yang terpaksa bersekolah di Fakultas Teknik and have zero interest for it, bisa dibayangkan seperti apa kuliahnya.. Asal-asalan, sering bolos, haha hihi cari contekan, yang penting ngerjakan, yang penting selesai, yang penting dapat gelar, udah. Tanggung jawab sekolah di PTN yang diinginkan orang tua beres. Tapi bukan berarti saya nggak bahagia kuliah di sana. Justru karena bahagia, jadi bisa berhasil melewatinya~ Jiakh. Tadi bahas apa, yak. Oiya.
Karena selama kuliah nggak pernah bener nyerep ilmunya, dan selalu bergantung sama temen yang otaknya encer, lantas waktu datang Tugas Akhir baru deh kelabakan. Asli telat banget ya gopohnya? Ini antara saya yang kelewat santai atau bener-bener nggak peduli ya?
Disitu saya mulai mengalami yang namanya mental breakdown. And I was really letting my fear consumed me at that time. Everyday is a cloud with legs. Everyday is a constant battle — mostly battling with my own self — questioning whether if it’s worth the fight or was it better if I just quit. Everyday is a “YaAllah please jangan tinggalin aku, aku sendirian”, “YaAllah tuntun aku”. Bener-bener, dah. Kehabisan kata-kata kalau ingat awal tahun hingga pertengahan 2018. Rasanya seperti beribu wujud emosi terjadi dalam satu waktu.
Lalu, gimana cara saya mengatasi semua itu? Selain pertolongan oleh yang ada di atas (obviously), saya selalu mikir pasti semua orang juga sedang berjuang, nggak cuma saya aja (jadi ada temennya gitu yang sama-sama susahnya, jadi lega hehehe). And I always thought that the only way out is through. Mau belok kiri, nanti ada lagi. Mau di pause dulu, sama aja. Mau lompat, engga bisa. Huhu. Berat, ya? Iya berat soalnya janjinya surga. InsyaAllah nilainya ibadah, kok.
And in the end, when we manage to went through it, we never actually realized that some of those happen to be the answer to our prayers not a very long time ago.
Life is so subtle sometimes, that you barely notice yourself walking through doors you once prayed would open.
2019 menjadi titik balik. A place to start over. A new chance; to live, to strive, to thrive, to learn, to grow, to fall, to bloom, to forgive, to heal for every living-breathing-things in this beautiful planet, all over again.